
Kendari, Infosultra.id–Jurnalis se-Sultra yang tergabung dalam Aliansi Pro Kemerdekaan Pers, menggelar aksi demonstrasi di pelataran Mapolda Sultra, Rabu (20/2/2019). Aksi demonstrasi ini dipicu oleh polemik karya tulis dua jurnalis online di Sulawesi Tenggara (Sultra) yang dianggap melanggar Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Kedua jurnalis, yakni Fadli Aksar (Detiksultra.com) dan Wiwid Abid Abadi (Okesultra.com), dilaporkan ke Polda Sultra, oleh seorang Calon Anggota Legislatif (Caleg) PAN Dapil Kendari-Kendari Barat, Andi Tenry Awaru.
Keduanya diketahui memuat berita tentang dugaan penipuan yang dilakukan oleh Andi Tendri terhadap seseorang bernama Muh. Kasad. Sebelum memuat berita tersebut, kedua jurnalis, dipastikan telah memenuhi prosedur peliputan mulai dari pengumpulan data dan informasi, wawancara dan verifikasi informasi terhadap sejumlah pihak terkait baik itu polisi maupun pelapor. Kedua jurnalis itu juga telah melakukan kewajiban verifikasi (wawancara) terhadap Andi Tenri.
Namun, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra), justru melayangkan surat permintaan keterangan terhadap keduanya, tertanggal 18 Februari 2019.
Kedua jurnalis, dijadwalkan untuk memenuhi panggilan tersebut, pada Kamis 20 Februari 2019 pukul 09.00 Wita, di Polda Sultra, dengan nomor Laporan : R/LI-01/I/2019/Ditreskrimsus Polda Sultra, tertanggal 8 Januari 2019.
Yang menjadi catatan penting bagi solidaritas jurnalis se-Sultra dalam penanganan kasus ini, yakni adanya indikasi pemaksaan ancaman UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transasi Eelektronik (ITE) terhadap dua jurnalis tersebut. Padahal, keduanya jelas menyebarkan pemberitaan sesuai pedoman jurnalistik yang berlaku.
Ancaman pidana berdasarkan UU ITE terhadap keduanya, juga dianggap mengabaikan Memorandum of Understanding (MoU) antara Dewan pers dan Polri, bahwa sengketa pers harus diselesaikan melalui pertimbangan dewan pers, sesuai dengan UU nomor 40 Tahun 1999.

Melihat polemik itu, ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sultra, Asdar Zuula, mewakili solidaritas jurnalis se-Sultra, dalam orasinya, menegaskan bahwa penerapan UU ITE terhadap dua jurnalis asal Kendari itu salah alamat. Penyidik Kepolisian, menurut Asdar, juga terkesan terburu-buru dan memaksakan kasus ini. Indikasi pemaksaan, menurutnya terlihat dari surat perintah penyelidikan yang diterbitkan pada 4 Januari 2019. Sementara, laporan Andi Tendri Awaru baru diterima penyidik Dit Reskrimsus Polda Sultra pada 8 Januari 2019.
“Padahal kasus ini jelas adalah sengketa pers, harusnya diselesaikan dengan pertimbangan dewan pers. Karena itu, disini kami menganggap bawa Penyidik Polda Sultra salah alamat dan terkesan terburu-buru menindaklanjuti kasus ini,” ujar Asdar, dalam orasinya.
Penegasan MoU antara Polri dan Dewan Pers, juga disuarakan oleh Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari, Zainal. Menurut Zainal, MoU itu jelas melahirkan kesepakatan, bahwa Polri (pihak kedua), apabila menerima pengaduan dugaan perselisihan/sengketa termasuk surat pembaca atau opini/ kolom antara wartawan/media dengan masyarakat, akan mengarahkan yang berselisih/ bersengketa dan/atau pengadu untuk melakukan langkah-langkah secara bertahap dan berjenjang mulai dari menggunakan hak jawab, hak koreksi, pengadu ke pihak pertama (dewan pers) maupun proses perdata.
“Sebagaimana amanah UU Nomor 40 tahun 1999 tentang pers, penilaian karya juralistik hanya dapat dilakukan oleh Dewan Pers. Mestinya penyelesaian sengketa pers ini, penyidik menggunakan UU pers dan terlebih dahulu melakukan koordinasi kepada Dewan Pers,” kata Zainal.
Zainal juga mengingatkan bahwa selain berkewajiban menaati kode etik jurnalistik, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Sebaliknya, publik berhak memperoleh informasi sebagaimana dijamin Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
“Dalam hal pemberitaan, pihak yang dirugikan dapat menempuh mekanisme hak jawab atau hak koreksi sebagaimana diatur Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang pers,” ujarnya.
Selain IJTI dan AJI, koordinator divisi kehumasan Jurnalis Online Indonesia (JOIN) Kendari, Muh. Al Rajab, jiga lantang menyatakan penegasannya terhadap persoalan yang menyeret nama kedua jurnalis tersebut. Penerapan UU ITE terhadap produk jurnalistik, menurutnya telah mencederai nilai-nilai kemerdekaan pers yang jelas tertuang dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Publik berhak menerima informasi valid dan akurat. Kedua rekan jurnalis kami juga telah memenuhi prosedur peliputan berdasarkan kode etik jurnalistik yang berlaku. Jadi tidak ada alasan bagi pembredelan dan kriminalisasi atas karya tulis mereka. Karena itu kami desak pucuk pimpinan Polda Siltra mengevaluasi kembali kinerja penyidik yang menangani kasus ini,” tegasnya, saat ditemui, usai menggelar aksi demonstrasi bersama seluruh elemen jurnalis se-Sultra.
Menyikapi aksi demonstrasi tersebut, Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Harry Goldenhardt, kemudian berjanji kepada awak media, akan melakukan evaluasi terhadap kinerja penyidik, terutama terkait kasus yang menimpa dua jurnalis tersebut.
“Selaku Kabid Humas yang selama ini menjadi mitra rekan-rekan jurnalis, berjanji akan segera melakukan evaluasi terhadap penyidik. Kami sangat memahami dan menjunjung tinggi kebebasan pers, sebagaimana yang diamanatkan UU pers dan MoU dewan pers dan Polri,” tegas AKBP Harry Goldenhardt.
Penulis: Yaya
Editor: Ernilam
Discussion about this post