
Kendari, Infosultra id-Pengamat hukum LM Bariun menuding Pj Gubernur Sultra, Teguh Setyabudi tidak tahu aturan. Tudingan itu dilayangkannya karena Teguh dianggap memaksakan Perusahaan Daerah (Perusda) PD Utama Sultra untuk mendapatkan izn usaha pertambangan khusus (IUPK). “PD Utama Sultra tidak mengelola pertambangan, makanya direvisi Perdanya, selama ini Perusda itu cuma mengelola listrik, bahan bakar. Pergub itu tidak bisa digunakan, sudah konsultasi ke Depdagri itu tidak bisa, harus Perda. Dan itu merupakan pernyataan ibu Nunung selaku yang menangani langsung Depdagri,” tegasnya. Karena itu, Bariun meminta kepada Teguh agar taat aturan, mengingat Perusda itu menurutnya tidak cacat hukum ketika diusulkan di Kementerian ESDM. Bariun juga menilai, Pj Gubernur Sultra seharusnya menahan diri sambil menunggu terbitnya Perda yang saat ini masih digodok di DPRD Sultra. Terlebih momen Pilgub kali ink tengah berlangsung. Bariun lagi-lagi menekankan, priorita utama saat ini adalah menunggu hasil Pilgub. Menurutnya siapapun Gubernur terpilih nantinya, maka dialah yang memiliki kewenangan mengatur hal itu. “Kalau saya timbul juga tanda tanya kepada Pj ini, kenapa memaksakan kehendak, sementara ini masih dalam proses, dia juga yang mengusul juga ke DPRD untuk proses perda PD Utama Sultra untuk bisa mengelolah tambang, tapi ini kok dipaksakan, ada apa dibalik itu,” beber Bariun. Bariun kemudian menjelaskan, kewenangan mengeluarkan IUP dilakukan Kementerian ESDM, berdasarkan aturan pertambangan menyatakan bahwa untuk mendapatkan IUP itu, harus ada kerjasama dengan BUMN atau BUMD. Dan menurutnya yang menjadi prioritas adalah BUMD. Apabila BUMD ingin membuat kemitraan dengan perusahaan swasta, kata Bariun, maka BUMD harus memiliki landasan hukum dan legalitas, dimana Perusda itu dianggapnya harus mengelola hal yang berkaitan dengan pertambangan, sementara PD Utama Sultra selama ini dinilainya tidak mengurusi tambang. Jika terus dipaksakan maka Kementerian ESDM menurut Bariun tetap akan menolak dan mengembalikan usulan tersebut. “Kan Perusda PD Utama Sultra itu tidak memenuhi syarat karena belum ada Perdanya, serahkanlah Perusda Kabupaten, Kolut dan Konut, mereka juga kan punya Perda dan sudah resmi, tinggal bagaimana komunikasi antara daerah dengan provinsi, kan itu bagian dari Sultra juga.” cetus Bariun. Pj Gubernur Sultra menurut Bariun tidak boleh kaku terkait masalah itu. Karena itu, dia mengimbau kepada Kepala BPSDM Kemendagri, agar memanggil Bupati Konut dan Kolut untuk duduk bersama, dengan melibatkan Perusda mereka yang telah memiliki legalitas. “Tidak menjadi masalah jika menggunakan Perusda kabupaten. kalau juga masalah biaya kompensasi lelang yang tinggi, itu Pemprov hanya mencari-cari alasan saja, justru dengan bermitra, akan membantu masalah keuangan Perusda atau pengusaha lokal,” tukasnya. Bariun menuturkan, Menteri ESDM sebenarnya mengharapkan Perusda PD Utama Sultra lah yang mengelola tambang, atas permintaan Gubernur sebelumnya, Nur Alam, untuk kawasan Matarape dan Sua-sua yang tadinya diperuntukkan untuk PD Utama Sultra dan Bahtera Sultra Mining (BSM). “Tetapi karena BSM itu anak perusahaan PD Utama Sultra yang belum ada Perdanya juga, makanya diusulkan supaya diproses perda, perdanya sekarang baru diterima dan habis lebaran dibahas, penggodokannya di DPRD masih pada tahap mendengarkan pandangan fraksi. Jadi tunggu aja Perdanya selesai,” katanya. Selain itu, Balon DPD RI ini juga masih mempersoalkan keterlibatan Direktur Pendapatan Daerah dan Bina Keuangan Kemendagri yang dipaksakan masuk dalam tim sembilan tersebut. Menurutnya, urusan pendapatan dengan pertambangan, tidak memiliki korelasi sama sekali. “Kenapa mencampur-campuri urusan daerah, cukup dia konsultasikan saja, tidak perlu dia masuk tim. Kan berbicara aset daerah, sementara yang kita bicara ini SDA, dimana hubungannya itu. Dia selaku orang Kementerian dibawahi dengan eselon II Provinsi, dari struktur saja sudah tidak benar,” ucap Bariun. Bariun juga menyinggung Plt Kadis ESDM yang memberikan tanggapan soal polemik ini. Bahkan ia mempersoalkan jabatan Plt yang dijabat Andi Makkawaru selama satu tahun, yang menurutnya sudah melampaui aturan. “Plt itu hanya tiga bulan, dia tidak boleh lagi menjabat itu, sudah melampaui dari ketentuan, jangan dia teriak-teriak, boleh membela pimpinan tapi harus normatif, ada landasan hukumnya, dia bicara undang-undang 23 tahun 2014, dengan PP 45 itu tidak ngerti dia, coba suruh baca itu,” cecar Bariun. Bariun menegaskan, untuk mencari rekanan ataupun mitra, idealnya diserahkan penuh kepada Direksi Perusda, bukannya diambil alih oleh Pemda. “Pemda sudah memandatkan kepada asisten II bidang perekonomian, jadi dia salah kaprah itu,” tuturnya. (FDL)
Discussion about this post