
Kendari, Infosultra.id–Manajemen PT Almharig menyikapi polemik yang bergulir setelah dituding sebagai pihak yang menyerobot lahan milik warga di Desa Batu Awu, Kecamatan Kabaena, Kabupaten Bombana, Provinsi Sultra. Kepala Teknik Tambang (KTT) PT Almharig, Zairin, menegaskan bahwa sebelum menggunakan lahan tersebut untuk akses jalan hauling, pihaknya telah menunaikan kewajibannya kepada pemilik lahan, dengan membayar biaya pinjam pakai sebesar Rp 260 juta diatas lahan seluas 0,5 hektar kepada Salmin, yang mengklaim sebagai pemilik lahan. Belakangan persoalan meluas saat dua warga lainnya, yakni Darman dan Alm Hasib Dullah, mengklaim kepemilikan atas jalan hauling tersebut.
“Kami (perusahaan) punya bukti pembayaran dan juga ada foto transaksi,” kata Zairin kepada awak media di Kendari, Senin (01/02/2021).
Lanjut Zairin, sebelum dilakukan transaksi dan pembukaan jalan hauling, pihak PT Almharig juga telah melakukan survei lokasi yang akan dimanfaatkan jalan haulling. Survei didampingi Orangtua pemilik lahan, Supratman, yang sekaligus menunjukan batas lokasi yang menjadi miliknya, dan yang akan digunakan sebagai jalan hauling PT. Almharig.
“Sebelum melakukan penggusuran, perusahaan telah berkoordinasi dan mengajak saudara Supratman untuk turun ke lokasi untuk menjukkan batas-batas lahannya. Sehingga disini kami merasa tidak melakukan penyerobotan lahan, karena kami juga punya dasar untuk membuka jalan haulling ini,” jelasnya.
Disinggung soal negosiasi harga pinjam pakai jalan hauling yang diklaim milik Almarhum Abdul Hasib Dullah, Zairin mengakui bahwa perusahaan memang pernah bernegosiasi dengan pihak tersebut. Namun, kata Zairin, negosiasi yang dimaksud bukan merupakan negosiasi terkait lahan bersertifikat yang diklaim oleh pihak yang bersangkutan (Alm Hasib Dullah).
“Saat negosiasi untuk pembebasan lahan yang di depan Salmin, di pinggir jalan itu buntu. Kami dari pihak perusahaan kemudian berembuk bagaimana jalan haulling ini bisa tembus ke jetty, sehingga kami cari lahan yang berbeda yang berpolemik saat ini, yang di negosiasi ini posisinya di dalam kandang,” ungkapnya.
Sebelumnya, kasus ini mencuat ke publik setelah salah seorang pemilik lahan, Darman, mengaku bahwa tanah bersertifikat seluas 7000 meter persegi (0,7 hektar) miliknya digunakan tanpa izin untuk pembukaan jalan hauling (akses kendaraan pengangkut material tambang), sehingga ia berniat memagari lahan miliknya, untuk memutus akses keluar-masuk kendaraan pengangkut material tambang itu, namun, kata dia, beberapa kali dibongkar oleh pihak perusahaan.
“Tanah saya bersertifikat, 0,7 hektar. Itu 4 kali saya pagari, tapi dibongkar lagi,” kata Darman.
Darman sendiri, sebelumnya sudah memberitahu pihak perusahaan terkait persoalan itu. Namun perusahaan, menurut dia, tak kunjung menyahuti.
“Saya sudah memberitahukan ke pihak perusahaan. Saya kira kalau sudah dipagari harusnya mereka tahu. Harusnya mereka konfirmasi ke saya kenapa sampai saya melakukan pemagaran. Mereka datang janjikan saya ketemu direktur tapi tidak pernah. Komunikasi itupun terjalin pasca pemagaran keempat, bulan Oktober 2020. Ada komunikasi tapi tidak ada kesepakatan, ” kata Darman.
Karena tak ada titik temu, Darman kemudian melaporkan tindakan PT. Almharig ke pihak kepolisian Polres Kabupaten Bombana.
“Saya masukan laporan pada 16 Oktober 2020 lalu. Sekarang lagi tahap penyidikan,” ujarnya.
Humas PT Almharig, Andri Ananta mengakui bahwa ada laporan polisi yang menyeret nama perusahaannya. Sehingga perusahaan, kata dia, memutuskan untuk menyerahkan segala proses penyelesaian perkara lahan ini,
“Kami menghargai proses hukum yang berjalan, agar ada titik temu terkait perkara ini. Kami tetap kooperatif dan tidak menutup diri untuk menjalin komunikasi dengan pihak-pihak yang terlibat dalam perkara ini,” ujarnya.
Kerabat pemilik lahan lainnya yakni Fadlan Hasib, yang tak lain merupakan anak pemilik lahan atas nama Abdul Hasib Dullah,
melansir laman sultrust.id, juga mengungkapkan bahwa orang tuanya memiliki alas hak tanah yang digusur pihak PT. Almharig berupa sertifikat yang diterbitkan BPN pada 26 Mei 2015.
“Iya, ada sertifikatnya (tanah yang diserobot), atas nama ibu saya yakni Siti Fauziah,” kata Fadlan Hasib, Kamis (28/01/2021) lalu.
Menurut Fadlan, penggusuran yang dilakukan tanpa izin tersebut menunjukan bahwa perusahaan bertindak sewenang-wenang terhadap masyarakat.
Saat itu, kata Fadlan, perusahaan tiba-tiba menurunkan alat berat untuk melakukan penggusuran, tanpa menemui orang tuanya selaku pemilik lahan, dengan dalih bahwa tanah itu sudah dibeli dari Salmin. Pihak PT. Almharig, menurut dia, juga tidak melakukan pengukuran atas tanah milik Salmin.
“Ada bukti rekaman saya saat mengkonfirmasi sama KTT via telpon selular sebelum turun untuk pengecekan lokasi tanah tersebut. Dan bagaimana bisa lahan itu dikatakan milik Pak Salmin, sedangkan tanah itu bersertifikat atas nama ibu saya. Sedangkan lahan yang diklaim perusahaan sudah dibeli dari Pak Salmin itu berada di titik lain,” ungkapnya.
Menyikapi polemik klaim kepemilikan lahan itu, Andri Ananta, Hunas PT Almharig mengungkapkan pihaknya telah melakukan kroscek ke pihak BPN Kabupaten Bombana, terkait posisi lahan sesuai dengan sertifikat yang ditunjukan oleh warga yakni Salmin, Darman dan Siti Fauziah. Namun, lanjut dia, pihak BPN menyampaikan bahwa untuk yang melakukan pengukuran pada Tahun 2012 lalu belum bisa diakses datanya secara online, sehingga lahan tersebut belum bisa diketahui pasti siapa pemiliknya.
Agar persoalan ini tuntas, Andri meminta kepada pihak-pihak yang mengklaim kepemilikan lahan tersebut agar menunggu proses hukum yang tengah ditangani pihak kepolisian.
“Kami mempercayakan proses hukum terkait lahan itu kepada pihak kepolisian (laporan Darman). Setelah ada keputusan hukumnya, baru kami akan menindaklanjutinya, karena terus terang saja, perusahaan juga tidak akan melakukan dua kali pembayaran untuk lahan tersebut,” pungkasnya. (R)
Discussion about this post