• Sitemap
  • Tentang Kami
  • Karir
  • Tim Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Disclaimer
Info sultra .ID
  • sultraku
  • daerah
  • politik
  • info terkini
  • kriminal
  • tokoh
  • wisatapedia
  • wakatobi
  • pendidikan
  • hotel & resto
No Result
View All Result
  • sultraku
  • daerah
  • politik
  • info terkini
  • kriminal
  • tokoh
  • wisatapedia
  • wakatobi
  • pendidikan
  • hotel & resto
No Result
View All Result
Info sultra .ID
No Result
View All Result
Home daerah

Penguatan Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Kabupaten Wakatobi: “Komitmen vs Tantangan”

redaksi by redaksi
11 Februari 2021
in daerah, wakatobi
0
Penguatan Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Kabupaten Wakatobi: “Komitmen vs Tantangan”

Ketgam: Foto bersama dalam kegiatan Penguatan Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Kabupaten Wakatobi: “Komitmen vs Tantangan”

infosultra

Wakatobi, Infosultra.id – Menurut data FAO tahun 2013, 70-80 persen pelaku usaha sektor perikanan di dunia dikategorikan dalam perikanan skala kecil. Sektor ini telah berkontribusi kepada pembangunan dan pendapatan daerah dari tingkat Kabupaten sampai Nasional. Data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi mencatat, proporsi nelayan kecil di Wakatobi pada tahun 2019 adalah 98 persen. Angka ini menunjukkan jumlah nelayan kecil di Kabupaten Wakatobi mendominasi sektor perikanan tangkap yang tersebar di empat pulau besar yaitu Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Aktor utamanya adalah masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan kecil yaitu Masyarakat Suku Bajo dan penduduk yang ada di wilayah Masyarakat Hukum Adat (MHA).

Menurut UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Pasal 1 Angka 33, 34 dan 35, karakteristik masyarakat pesisir terdiri dari masyarakat lokal, masyarakat tradisional dan MHA. Diantara ketiga karakteristik ini, MHA merupakan kelompok yang memiliki hak kolektif yang bisa diakui melalui penetapan Peraturan Bupati (Perbup) sesuai aturan Permen-KP No. 18 Tahun 2018, tentang Tata Cara Penetapan Wilayah Kelola Masyarakat Hukum Adat Dalam Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. MHA didefinisikan sebagai sekelompok orang yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah kelahirannya, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Wakatobi sebagai kabupaten kepulauan secara histori tergabung dalam Kesultanan Buton dengan adat dan warisan budaya yang kaya dan beraneka ragam. Saat ini Pemerintah Kabupaten Wakatobi sudah mengidentifikasi adanya 9 masyarakat pesisir yang berpotensi untuk diakui oleh negara sebagai MHA, dimana 4 diantaranya sudah diakui dan sudah memiliki Perbub (Peraturan Bupati).

Eksistensi MHA di Wakatobi sudah dimulai dari pengakuan secara tertulis melalui Perbub Tahun 2017. Saat ini, Pemerintah Kabupaten Wakatobi telah mengeluarkan produk hukum Perbup MHA yakni MHA Kadie Liya (Perbup Wakatobi No. 49 Tahun 2017) yang difasilitasi oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan bersama Pemda Wakatobi, MHA Barata Kahedupa (Perbup Wakatobi No. 44 Tahun 2018) dan MHA Kawati Tomia (Perbup Wakatobi No. 45 Tahun 2018), yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Wakatobi bekerja sama dengan lembaga YKAN Indonesia. Dan terakhir MHA Sarano Wali (Perbup Wakatobi No. 29 Tahun 2019) yang difasilitasi atas kerjasama Pemerintah Kabupaten Wakatobi bersama WWF Indonesia. Program perencanaan penyusunan Perbub untuk 5 MHA yang belum ditetapkan sedang dipersiapkan oleh Pemerintah Kabupaten Wakatobi melalui Dinas Kelautan dan Perikanan sesuai dengan arahan Surat Keputusan Bupati tentang Panitia Pembentukan MHA Kab. Wakatobi.

Tujuan utama dari pengakuan tertulis MHA ini adalah untuk memberikan hak kolektif kepada MHA dalam pemanfaatan dan pembangunan sumberdaya pesisir dan laut berkelanjutan. Sebagai salah satu inisiatif pemberdayaan masyarakat pesisir, penguatan MHA ini dapat dijadikan sebagai upaya pemberian fasilitas, dorongan, atau bantuan agar MHA mampu menentukan pilihan yang terbaik dalam memanfaatkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil secara lestari. Dalam eksekusinya, program-program ini melibatkan pemerintah daerah, provinsi, dan pusat sesuai UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Selain itu kerjasama dengan lembaga vertikal seperti Balai Taman Nasional Wakatobi, forum pulau yaitu Forkani, Foneb, Komunto dan Komenangi di Wakatobi dan organisasi mitra lainnya merupakan strategi penguatan MHA yang menjadi komitmen Pemerintah Kabupaten Wakatobi saat ini.

Melalui forum Penguatan Kelembagaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Untuk Mendukung Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Berkelanjutan di Kab. Wakatobi yang dilaksanakan pada 18 Januari 2021 di Hotel Wakatobi, telah dibahas bagaimana keberadaan MHA sebagai aktor konservasi, tantangan sosial dan rencana pengembangan MHA. Penguatan sumber daya manusia dan fasilitas pendukung perlindungan adat dan budaya serta kearifan lokal dari MHA merupakan aspirasi yang menjadi poin utama diskusi. Para petinggi (ketua adat) dan anggota MHA menyampaikan perlunya penguatan lembaga adat melalui program stimulan dan pelibatan mitra strategis dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Selain itu pengawasan terhadap wilayah adat dan praktek destruktif yang dilakukan oleh non-MHA juga dianggap menjadi ancaman yang dapat mengundang konflik sosial. Output lainnya, pemerintah daerah Wakatobi melalui dinas terkait juga diharapkan dapat bersinergi dalam pengembangan dan pengawasan wilayah MHA. Organisasi pendamping seperti forum pulau dan organisasi yang bergerak pada isu konservasi juga menambahkan untuk menggunakan pendekatan inklusi (isu gender, sosial, ekonomi dan budaya serta lingkungan) yang terintegrasi dalam penyusunan rencana aksi pengembangan dan eksistensi MHA.

Praktek konservasi dan pembangunan wilayah pesisir dan laut berkelanjutan merupakan titik berat kontribusi MHA sebagai aktor sosial perikanan skala kecil. Kearifan lokal yang dimiliki oleh para MHA ini dianggap menjunjung nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Dalam konteks ini nilai kearifan lokal yang sejalan dengan praktek konservasi adalah salah satu variable wajib penetapan MHA dan kawasan kelolahnya, dan merupakan kebutuhan para pemangku kepentingan konservasi dalam pembuatan program. Sebagai contoh Kaombo (MHA Sara Sarano Wali), Wehai (MHA Kadie Liya) dan Sasi Gurita di Pulau Darawa (MHA Barata Kahedupa) merupakan tiga praktek kearifan lokal dalam perlindungan wilayah pesisir berbasis pengetahuan adat dengan sistem buka tutup kawasan untuk kebutuhan ekonomi, kepercayaan adat, dan perlindungan spesies tertentu.

kegiatan Penguatan Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Kabupaten Wakatobi: “Komitmen vs Tantangan”
Kegiatan sosialisasi peraturan bupati Penguatan Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang berjalan lancar

Pendekatan penguatan MHA di Kabupaten Wakatobi ini terlihat menggunakan etnosentrisme, yaitu penilaian terhadap kebudayaan lain atas asar nilai dan standar budaya sendiri. Dalam konteks ini adalah inisiasi yang cendrung berbentuk instruksi dari atas ke bawah (top-down). Jika hal ini tidak dipertimbangkan akan menjadi tantangan yang dapat menjadi batu sandungan pengembangan MHA di Kabupaten Wakatobi. Solusi mengurangi isu etnosentrisme ini dapat diminimalisir dengan penguatan lembaga adat dan teknis fasilitasi yang efektif dan berkelanjutan. Definisi konservasi mainstrim yang menjadi patokan utama pengambil keputusan di Kabupaten wakatobi saat ini juga sebaiknya mempertimbangkan output berbasis solusi berkeadilan yang mencakup kebutuhan manusia bukan hanya berorientasi output kawasan perlindungan (wilayah dan spesies). Pendampingan forum adat yang intens, pengembangan masyarakat berbasis kebutuhan adat, penguatan regenerasi kelembagaan, pelibatan generasi muda, penggunaan teknologi dan sistem informasi, pelibatan masyarakat lintas adat (masyakat Bajo) dan pengembalian identitas adat menjadikan landasan dasar pembuatan program pengembangan MHA.

Refleksi lebih lanjut, hubungan manusia dengan pengelolaan pesisir dan laut memiliki kompleksitas yang tinggi dan tidak dapat disederhanakan berdasarkan kepentingan atau target capaian institusi tertentu. Relasi ini berkontribusi pada pemenuhan kesejahteraan non-material untuk kepentingan bersama masyarakat yang meliputi rasa kepemilikan bersama dan pemenuhan kebutuhan sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan. Dengan adanya penetapan MHA ini, unsur dasar kesejahteraan seharusnya dapat difasilitasi penuh, namun jika salah eksekusi dalam pemberian program akan berdampak kepada perubahan pola pikir para MHA di masa yang akan datang atau bahkan kehilangan identitas adat. Roadmap yang jelas dan pendakatan antar disiplin ilmu harus merupakan pijakan dasar pada program pengembangan MHA di Wakatobi harapannya. Olehnya itu tantangan harus selalu bisa dihadapi dan dibalut dengan komitmen bersama pemangku kepentingan (stakeholders) untuk mencapai tujuan pembangunan kelautan dan perikanan berkelanjutan di Kab. Wakatobi.

 

Penulis : Andra

Bagikan ini:

  • Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
Tags: perikananwakatobi
Previous Post

Reses di Wua-wua, Yudhianto Serap Aspirasi Pembenahan Fasilitas Publik dan Sanitasi

Next Post

Buntut Polemik Penyerobotan Lahan, LKPD Tuntut Dewan Rekomendasikan Pencabutan Izin Eksplorasi PT Almharig dan PT REI 

Next Post

Buntut Polemik Penyerobotan Lahan, LKPD Tuntut Dewan Rekomendasikan Pencabutan Izin Eksplorasi PT Almharig dan PT REI 

Discussion about this post

POPULAR NEWS

Mahasiswa Farmasi UHO Kembangkan Skincare Antioksidan Dari Daun Kecombrang

29 Juni 2019
Dua Warga wakatobi yang ODP negatif covid-19

Dua Warga wakatobi yang ODP negatif covid-19

23 Maret 2020
Muliadin selaku jubir satgas covid-19 kabupaten Wakatobi

Reaktif Rapid test, 13 warga Wakatobi di isolasi

3 Mei 2020

Profile sulkarnain kadir

31 Maret 2018

Kasus yang Menyeret Nama Bank Panin Kendari Bergulir, Nasabah Ajukan PK ke MA

30 September 2018

EDITOR'S PICK

Sidang Perkara Gugatan Novar Aditya Praja Vs Rusiahwati Abunawas Kembali Bergulir di Mahkamah Partai Golkar

1 Juni 2020

Peringati Nuzulul Quran, Danpusterad dan Jararannya Bukber Hingga Santuni Kaum Dhuafa

7 Juni 2018

Celebrate Nyepi In True Bali Spirit With A Luxurious Day Of Silence

24 April 2019
UC (16), pelaku curanmor, diamankan saat menumpang kapal rute Kendari-Raha. Foto: Istimewa.

Maling Motor Ini Diringkus Polisi Saat Menumpang Kapal Rute Kendari-Raha

29 November 2019
Facebook Twitter

Tentang Infosultra

We bring you the best Premium WordPress Themes that perfect for news, magazine, personal blog, etc. Check our landing page for details.

Kategori

  • daerah
  • hotel & resto
  • info terkini
  • kesehatan
  • kriminal
  • opini
  • parlementaria
  • pendidikan
  • politik
  • sultraku
  • Tech
  • tokoh
  • Travel
  • wakatobi
  • wisatapedia
  • World

Recent Posts

  • Sowan Ke Pulau Buton dan Muna Raya, Hugua Diminta Kembali Tarung di Bursa Pilgub Sultra 2024
  • FJIK Sultra Galang Donasi Untuk Korban Bencana Sulbar
  • Pangdam XIV Hasanuddin Resmikan Fitness Center Korem 143/HO
  • Wings Air Kembali Buka Layanan Penerbangan Berjadwal Dari Palu

© 2019 Info Sultra.ID - PT. Info Media Siber | Develop by Green Tech Stduio.

No Result
View All Result
  • Sitemap
  • Tentang Kami
  • Karir
  • Tim Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Disclaimer

© 2019 Info Sultra.ID - PT. Info Media Siber | Develop by Green Tech Stduio.