
Kendari , Infosultra.id – Pendapat Pemerhati Lingkungan Soal Eksistensi Perusahaan Tambang PT GMS Laonti. Wilayah Sultra diketahui menyimpan jutaan potensi Sumberdaya Alam. Mulai dari pesisir dengan hasil perikanannya, sektor peternakan, pariwisata, sektor pertanian dengan hasil pangan yang beranekaragam, serta sektor pertambangan.
Potensi SDA multisektor diatas tidak dipungkiri menjadi penunjang pertumbuhan ekonomi di daerah yang akan segera memasuki usia ke-57 Tahun itu. Namun belakangan, aktifitas di sektor pertambangan kembali disoroti oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang aktif menyuarakan isu terkait lingkungan.
Pendapat Pemerhati Lingkungan Soal Eksistensi Perusahaan Tambang PT GMS Laonti
Kisran Makati, Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sultra, menyoroti soal aktifitas tambang diwilayah pesisir. Salah satunya yakni perusahaan tambang PT Gerbang Multi Sejahtera (GMS) yang terletak di Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan.
Menurut Kisran, Laonti merupakan wilayah dengan gugusan pulau kecil, sehingga tak dimungkinkan akan adanya aktivitas pertambangan di daerah tersebut.
“Tidak ada aktivitas ekstraktif yang ramah lingkungan, semuanya pasti akan merusak lingkungan,” ujarnya.
Kisran kemudian menelaah keberadaan perusahaan tersebut berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014, perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Dalam UU RI Nomor 1 Tahun 2014, Pasal 23 ayat (1) dijelaskan bahwa pulau kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di dekatnya. Kemudian pada Pasal (2) yang mengatur terkait pemanfaatan pulau, dijelaskan bahwa pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budi daya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan serta industri, perikanan secara lestari, pertanian organik, peternakan serta pertahanan dan keamanan negara.
Karena itu, menurut Kisran, aktifitas ekstraktif seperti pertambangan dan perkebunan sawit hendaknya tak dilakukan di kawasan pulau kecil dan pesisir.
Kembali menyoal keberadaan PT GMS. Menurut Kisran, meskipun pihak perusahaan mengklaim lokasi yang dimiliki tak masuk dalam kawasan hutan lindung dan konservasi, namun aktivitas pertambangan yang akan dilakukan perusahaan tersebut dipastikan berpotensi untuk merusak ekosistem hutan dan lingkungan di kawasan itu.
Erosi (pengikisan tanah) juga dipastikannya akan terjadi di kala musim penghujan tiba, sehingga bisa berdampak pada hasil pertanian masyarakat setempat dan ekosistem lainnya. Pencemaran laut pun bisa terjadi, karena kehadiran PT GMS ini dipastikan akan disertai dengan pembangunan pelabuhan khusus (Jetty) untuk pengapalan ore. Tidak hanya itu, debu dan polusi yang dihasilkan dari mobilitas pengangkutan material juga dipastikan beresiko menyumbang penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
“Dimana-mana itu, kalau ada Jetty pasti sudah akan terjadi pencemaran laut. Jadi, masyarakat petani rumput laut dan nelayan yang menjadi korban,” tutup Kisran.
Discussion about this post