
Kendari, Infosultra.id-Klaster pertama TKA asal China yang berjumlah 156 orang saat ini tengah menjalani karantina sekaligus pemeriksaan kesehatan intensif oleh Dinas Kesehatan Konawe. Selepas karantina, mereka dipersiapkan untuk bekerja di dua Perusahaan yakni PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNi) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS), bersama 950 pekerja lokal yang saat ini tengah mengikuti proses rekruitmen. Meski kehadiran mereka (TKA) menuai reaksi penolakan dari berbagai pihak, namun di sisi lain kehadiran mereka justru dianggap membawa manfaat khususnya dalam pengembangan kompetensi kerja para pekerja lokal.
Sukal Septi Sari, Translator Penanggung Jawab Teknik dan Lapangan, mengaku, pihak perusahaan hingga kini tetap memberikan peluang besar baginya dan para pekerja lainnya untuk mengakses pendidikan keterampilan bidang smelther setara dengan para TKA.
“Waktu enam bulan bekerja di VDNI, perusahaan membuat program mengirim karyawan ke China untuk belajar bahasa mandarin, teknik smelter dan lain-lain. Kita ke sana belajar sekitar satu tahun,” ujar Sukal Septi Sari, Translator Penanggung Jawab Teknik dan Lapangan, Minggu (28/6/2020).
Septi yang sudah bekerja di VDNI selama lebih dari dua tahun, mengaku merasakan sendiri manfaat dari diberlakukannya sistem transfer teknologi atau transfer ilmu yang diterapkan perusahaan.
“Kemampuan mandarin saya bertambah. Pengetahuan mengenai dunia smelter juga bertambah,” terangnya.
Senada dikatakan oleh Ruli Darmadi yang bekerja sebagai koordinator smelter 1, 2 dan 3 di PT VDNI. Ruli, yang merupakan warga asli Morosi yang bekerja sejak tahun 2016 ini juga mengaku diberikan peluang pengembangan konpetensinya terutama di bidang pengawasan kelancaran produksi, dan pengenalan alat-alat produksi.
“Kami di sini bekerja dengan TKA asal China. Kiya belajar dari kedisiplinan mereka. Yang tadinya pabrik nikel saja kami tidak tahu, sekarang karyawan kita sudah mulai bisa menguasai satu persatu. Walaupun kami belum menguasai 100 persen, tapi kami tetap diberikan peluang belajar, bahkan kami dituntut untuk terus belajar,” terangnya.
Menurutnya, dari sistem transfer teknologi ini, jumlah pekerja lokal yang dilibatkan jauh lebih banyak dibanding pekerja asing. Hal ini, kata dia tentu jauh berbeda saat awal pembangunan pabrik. perbandingan junlah TKA asal China dengan Indonesia saat itu, dikatakannya hampir merata.
“Tapi saat ini alhamdulillah karena sudah banyak karyawan Indonesia yang belajar sistem produksinya, mungkin sekarang tinggal 20 persen TKA dan 80 persen pekerja lokal. Karena ada alat-alat yang kami juga belum bisa tangani, jadi kami masih butuh teknisi-teknisi untuk membantu dan mengajarkan,” ujar Ruli.
Ia juga tak memungkiri kenyataan bahwa sejak didirikannya dua perusahaan asing asal Tiongkok ini, angka penyerapan tenaga kerja lokal terus meningkat, sehingga dipastikan jumlah pengangguran secara otomatis menurun.
Dikatakannya, tenaga kerja lokal yang dilibatkan tak hanya dari lokasi lingkar tambang saja, namun juga dari daerah lain di lingkup Provinsi Sultra.
Penulis: Himeka Gayatri
Discussion about this post