
Kendari, Infosultra.id-Ketua Asosiasi Pemda Maritim 6 Negara CTI-LGN (Maritim Local Government Network), Ir Hugua, mengungkapkan, pemerintah daerah maritim 6 negara (CTI-LGN) termasuk Indonesia, wajib mendukung realisasi program Regional Plan of Action (RPOA) 2.0, yang mencakup bidang ketahanan pangan dan pengelolaan sumber daya kelautan, lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Program ketahanan pangan dan pola pengelolaan sumber daya kelautan harus dimaksimalkan secara berkelanjutan pada tingkat akar rumput di lapangan pada masing masing negara,” kata Hugua, dalam Workshop CTI- CFF (Coral Reef Fishery and Food Security (CTI- CFF), “Institutional Change For an Effective, Relevant and Writeshop for the Renewal RPOA 2.0”, di Bali (12/8/2019).
Ketua Asosiasii Sail Wisata Indonesia (ASWINDO) ini juga lebih spesifik menjelaskan bahwa dalam RPOA 2.0, harus jelas memberi mandat kepada perwakilan NCC (National coordinating commity) setiap negara.
Hal itu dilakukan agar dapat mendorong para influencer seperti anggota DPR dan para menteri, terkait regulasi dan peraturan sebagai pedoman para pemangku kepentingan dan pemegang wewenang termasjk Gubernur dan Bupati/Walikota, hingga ke tingkat akar rumput di Kelurahan dan Desa, guna merealisasikan program CTI – CFF melalui APBD masing masing negara CTI.
“Selama ini, program CTI – CFF masih pada tataran konsep akademis dan dialog pada level elit saja, belum dapat membumi pada tingkat desa dan kelurahan,” ujar Hugua.
Lebih lanjut anggota DPR RI PDI P ini menguraikan, dengan masuknya misi dan program CTI-CFF pada APBD tingkat Pemda, maka program pengelolaan sumber daya kelautan berkelanjutan dan ketahanan pangan dapat menyentuh tingkat akar rumput guna meningkatkan kesejahteraan para nelayan dan masyarakat luas.
Pada tataran capaian ini, status CTI – CFF sebagai platform Kelautan tingkat regional, menurut Hugua, akan berwibawa dan semakin diperlukan oleh bangsa dan rakyat di negara anggota CTI tersebut.

“Demikian juga wibawa organisasi ini pada tingkat PBB, akan semakin baik karena jika program tersebut terlaksana pada tingkat akar rumput, maka otomatis tujuan SDGs PBB akan terealisasi dengan baik pada tingkat lokal,”katanya.
Hugua menambahkan, kehadiran platform regional CTI, semakin diperlukan oleh masyarakat lokal dan global, terutama dalam mengoptimalkan sasaran program ketahanan pangan, keanekaragaman dan kekayaan sumber daya kelautan yang tak lepas dari peran para pemangku jabatan di daerah.
“Posisi CTI- CFF pada tingkat global belum memperlihatkan tajinya sehingga belum dikenal sebagai organisasi bergensi tingkat global. Karena itu butuh peran semua pihak untuk mencapai sasaran dalam RPOA 2.0 ini,” tegasnya.
Untuk diketahui, Maritim LGN merupakan Asosiasi Pemerintah Daerah Pesisir/ maritim 6 negara CTI CFF, yang meliputi Indonesia, Malaysia, Philipina, Papua New Guinea, Salamon Island dan Timor Leste.
Hugua terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Maritim LGN pada Rapat umum anggota yang dilaksanakan di Kota Alotau, Papua New Guinea, Tahun 2015 silam, dengan komposisi Wakil Ketua dijabat oleh Mr. Gita Elliot Walikota Alotau Papua New Guinea dan Wakil Ketua lainya dijabat oleh Mr. Nilo Villanueva , Walikota Mabini Municipality, Batangas Province Filipina.
Hugua kemudian menjadi salah satu pembicara dari sejumlah perwakilan NCC ( National coordinating Commity) negara CTI-LGN ini. Hugua bersama perwakilan NCC, menyampaikan solusi terhadap perubahan dan pembaharuan sasaran dalam penyususunan RPOA 2.0.
RPOA 2.0 sendiri, merupakan kelanjutan dari RPOA 1.0 yang disusun setelah World Ocean Conference ( WOC) yang dicanangkan oleh 6 Kepala Negara CTI di Manado pada tanggal 11 hingga 14 Mei 2009 silam.
RPOA 1.0 saat itu dinilai gagal karena belum menunjukan kerja nyata dalam program ketahanan pangan dan pola pengelolaan sumber daya kelautan secara berkelanjutan pada tingkat akar rumput di lapangan pada masing-masing negara. Posisi CTI -CFF pada tingkat global juga dianggap belum memperlihatkan tajinya sehingga tak dikenal sebagai organisasi bergengsi tingkat global.
Workshop ini, menjadi titik balik untuk mewujudkan keberhasilan program RPOA 2.0.
Penulis: Alifiandra
Editor: Ernilam
Discussion about this post