
Kendari, Infosultra.id-Nama Fandi Hasib belakangan menjadi perbincangan lintas kalangan, baik mereka yang menggeluti profesi sebagai sesama jurnalis, hingga ibu-ibu rumah tangga yang mengenal sosoknya sejak berkiprah di salah satu stasiun radio swasta di Ibukota Provinsi Sultra, Kendari.
Perbincangan tentang pemuda Sultra kelahiran Kendari, 16 Desember 1988 ini, tidak lain karena melihat sosoknya yang kini wara-wiri di beberapa stasiun TV nasional milik Hary Tanoesoedibjo.
Fandi yang dulu menolak berhenti berjuang, kini bertransformasi menjadi salah satu jurnalis yang layak diperhitungkan namanya.
Saat ditemui di Kendari, oleh penulis, Fandi diajak bercerita tentang perjuangannya menuju ke jantung Ibukota Negara, untuk mewujudkan mimpi menjadi penyiar televisi (Anchor) nasional.
Awal berkiprah di dunia jurnalistik
“Awalnya niat saya hanya mewujudkan cita-cita tidak hanya sebatas menjadi jurnalis lintas daerah Sultra saja. Saya, pada saat itu ingin mengumpulkan pengalaman dan mengasah kemampuan dibidang yang saya geluti sejak kuliah, di tempat dengan tekanan dan resiko pekerjaan yang lebih menantang, dalam ruang lingkup liputan yang lebih luas, di skala nasional,” urai Fandi, mulai berkisah.
Saat itu, di Tahun 2014, bungsu dari 5 bersaudara ini, telah mengantongi pengalaman kerja di Sultra sebagai anchor, hingga dipercayakan memegang posisi produser di beberapa stasiun televisi milik pemerintah maupun milik swasta.
Berbekal pengalaman kerja itu, lulusan terbaik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Halu Oleo (UHO) ini, lalu mengumpulkan semangat dan keberanian untuk menjejaki kariernya sebagai jurnalis nasional sekaligus pembawa berita.
“Perjuangan saya bermodal doa, usaha dan keberanian, bukan modal nekad”
Namun, lagi-lagi, perjuangan berat harus ditempuhnya. Fandi, yang juga pernah popular di kalangan pendengar radio ini, dihadapkan dengan rumitnya tahap seleksi penerimaan jurnalis Televisi yang penuh dengan bumbu kompetisi, ditambah ketidakpastian nasib yang kapan saja bisa menghancurkan rasa percaya dirinya.
Dan benar saja, ditahapan tes psikologi, Fandi harus menerima kenyataan ditolak dan dipulangkan oleh salah satu tim HRD. Fandi lalu memutuskan untuk tetap berada di Jakarta selama 3 bulan, sembari tetap mengajukan lamaran mengikuti tahap seleksi penerimaan jurnalis.
“Saat itu sempat putus asa, dan tiba-tiba ada rasa rindu berat untuk pulang ke rumah,” katanya.
Perasaan putus asa berganti semangat berkat doa dan dukungan keluarga, tak terkecuali sang Bunda.
“Ibu dan Bapak seperti mood booster saya. Meskipun karier saya awalnya ditentang, tapi doa dan dukungan keduanya tetap mengalir”
Doa dan dukungan keluarga rupanya terjawab sudah. Setelah mengalami pergumulan batin selama 3 bulan lamanya, Duta Indonesian Youth Conference 2012 ini akhirnya menerima panggilan kerja di salah satu stasiun televisi swasta. Perjuangan yang sesungguhnya dimulai di hari pertama bekerja.
“Hari pertama bekerja, kami diharuskan kembali liputan di lapangan. Dan disini saya sangat siap. Ilmu jurnalistik itu memang terpusat di lapangan,namun secara otomatis akan terimplementasikan secara naluriah, di meja studio,” tuturnya.
Dari pengalaman itu, Fandi lalu kembali mendapatkan tantangan baru di stasiun televisi berbeda. Di tempat berbeda ini pula, Fandi, dalam penugasan liputan perdananya di Surabaya ,tepatnya di awal Tahun 2015, meliput kedatangan puing pesawat Air Asia yang mengalami kecelakaan fatal dalam rute Surabaya-Pangkalan Bun.
Penugasan jurnalistik Perdana dan Niat Pengabdian Untuk Masyarakat
“Melihat dari dekat bagaimana puing-puing pesawat diangkut ke truk, diiringi tangis keluarga korban itu rasanya menyayat hati. Suasana liputan saat itu diliputi duka,” urai Fandi.
Liputan lainnya yang tidak kalah menyentuh sisi humanismenya sebagai anak bangsa adalah ketika melihat pemukiman kumuh yang berdiri diatas tanah bercampur gundukan sampah. Ratusan kepala keluarga setiap saat harus rela bersentuhan dengan penyakit akibat lingkungan yang tidak sehat.
Melihat realitas tersebut, pria yang saat ini tengah bersaing menuju kursi senayan dengan membawa bendera Perindo, Dapil Sultra, nomor urut 5 ini, merasa harus terlibat langsung menampung aspirasi masyarakat, terutama di Sultra.
“Ada komitmen dalam diri untuk tidak hanya memberitakan saja, tapi mencetuskan solusi atas permasalahan-permasalahan mereka,” ungkapnya.
Dalam kesempatan lainnya, pria yang memegang teguh motto hidup “Lakukan hal-hal yang kau pikir tidak bisa kau lakukan” ini, juga melibatkan diri dalam deklarasi bersama organisasi profesi Jurnalis Online Indonesia (JOIN) Kendari dalam memerangi penyebaran informasi Hoax (palsu).
“Pemuda yang bermanfaat untuk negara adalah mereka yang mengamalkan Pancasila. Salah satu wujud tindakan nyata adalah menangkal informasi Hoax,” tuturnya.
Penulis: Yaya
Discussion about this post