
Kendari, Infosultra.id-Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra didesak untuk menghentikan aktifitas pertambangan PT Adhi Kartiko. Desakan itu disuarakan oleh massa aksi yang tergabung dalam Gerakan Persatuan Mahasiswa Indonesia (GPMI), di halaman kantor ESDM Sultra, Selasa (28/8/2018).
Perusahaan tambang yang beroperasi di Kecamatan Asera, Kabupaten Konawe Utara itu dinilai melanggar aturan. Selain itu, dokumen Izin Usaha Pertambangan (IUP), dianggap tidak lagi layak dijadikan sebagai dalih untuk tetap beroperasi.
Massa aksi juga mendesak pihak Polda Sultra untuk melakukan penyelidikan kepada Direktur PT AKP yang dianggap memiliki andil besar dalam melakukan pengelolaan pertambangan itu.
Pelanggaran yang disebutkan merujuk pada penetapan PTUN Kendari Nomor 12/G/2018/PTUN Kendari tanggal 6 Juni 2018, terkait penundaan keputusan Bupati Konawe Utara No 704 Tahun 2010, tentang pemberian izin usaha pertambangan operasi produksi PT. Adhi Kartiko Pratama.
PT Adhi Kartiko Pratama, oleh GPMI, juga dianggap tidak mematuhi Undang-Undang No 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Surat Edaran Mahkamah Agung No 2 Tahun 1991 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo Surat Menpan No B.471/1/1991 tanggal 29 mei 1991, tentang pelaksanaan Putusan Tata Usaha Negara.
“PT Adhi Kartiko Pratama jelas-jelas tidak hanya merampok kekayaan alam Sultra, tapi sekaligus tidak mengindahkan regulasi. bahkan cenderung mengolok-olok perundang-undangan yang ada. Kami desak demi keadilan, agar pihak terkait segera menghentikan aktifitas pertambangan di perusahaan ini,” ujar Arifin Pola, dalam orasinya.
Menanggapi gelombang protes dari massa aksi, Kabid Mineral dan Batubara ESDM Sultra, Muhammad Hasbullah Idris, mengungkapkan bahwa kuasa hukum penggugat (masyarakat), sebelumnya telah bersurat ke Dinas ESDM, dengan melampirkan penetapan PTUN yang menyatakan IUP harus ditunda.
Pihaknya juga mengakui telah meminta klarifikasi kepada pihak PT Adhi Kartiko Pratama, namun dibalas dengan argumen hukum, sehungga menurutnya hal itu harus melalui mekanisme serta pertimbangan hukum dari biro hukum.
“Tindaklanjut sudah kami lakukan setelah adanya gugatan masyarakat, yakni dengan meminta klarifikasi perusahaan, tapi karena ada argumen hukum dari mereka, jadi kami harus meminta pertimbangan hukum kepada Biro hukum. Ini kan persoalan hukum, jadi upaya koordinasi dan konsultasi harus dilakukan, agar ada penetapan hukum nantinya,” ujar Hasbullah.
Penulis: Melki
Editor: Isa Abadi
Discussion about this post