
Kendari, Infosultra.id-Dua pelaku penganiaya Bripda Faturrahman diganjar sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Kedua pelaku yang merupakan anggota Ditsabhara itu yakni Bripda Zulfikar dan Bripda Fislan.
Keduanya diduga menganiaya korban, Bripda Muhammad Faturrahman Ismail, hingga meregang nyawa. Selain dinyatakan bersalah, kedua pelaku juga dianggap telah mencoreng citra institusi POLRI.
Rekomendasi pemberhentian dalam sidang dibacakan oleh Kabid Propam Polda Sultra, AKBP Agoeng Adi Koerniawan, yang bertindak selaku Ketua komisi sidang kode etik. Sidang dilaksanakan secara maraton sejak pukul 10.00 hingga 17.00, di ruang sidang Bid Propam Polda Sultra, Kamis (25/10/2018).
“Berdasarkan fakta-fakta persidangan, baik itu keterangan para saksi, kedua terduga pelanggar, maupun barang bukti yang ada berupa hasil visum, dengan menjunjung tinggi rasa keadilan, dengan penuh rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Komisi Sidang Etik memutuskan untuk menjatuhkan hukuman etik berupa rekomendasi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap kedua terduga pelanggar,” jelas ketua komisi sidang kode etik, AKBP Agoeng Adi Koerniawan.
Menanggapi putusan tersebut, kedua pelaku, menyatakan banding setelah berkonsultasi dengan pihak pendamping.
“Terhadap banding yang diajukan tersebut, nantinya pihak Bidkum Polda Sultra yang akan mengkoordinir dan Kapolda yang akan mengambil keputusan apakah menguatkan putusan Komisi Sidang Etik atau mengurangi sebagian atau membatalkan semua putusan,” ungkap Agoeng.
Agung kemudian menjelaskan, pihaknya mengeluarkan Rekomendasi PTDH, dengan pertimbangan perbuatan yang dilakukan oleh kedua pelaku, dilakukan dengan sengaja dan dalam keadaan sadar, sehingga dianggap telah mencoreng citra kepolisian.
Perbuatan kedua pelanggar, lanjut Agoeng, juga telah terekspos di media cetak, elektronik, maupun media sosial.
Hal lain yang menguatkan putusan tersebut, menurut Agoeng, adalah perkara dugaan tindak pidana penganiayaan yang berujung kematian yang dilakukan oleh keduanya, telah ditangani oleh Ditreskrimmum Polda Sultra, dan dinyatakan P-21 atau lengkap, sehingga siap dilimpahkan ke kejaksaan.
Di sisi lain, keluarga korban yang diwakili oleh pengacara, menyatakan puas dengan hasil sidang.
“Kami mengikuti sidang etik ini sedari awal, alhamdulillah semua berjalan dengan sangat fair. Kami menganggap putusan yang dikeluarkan oleh Komisi Sidang Etik sudah sangat tepat,” ungkap salah satu keluarga korban.
Selain kedua pelaku, tujuh orang saksi yang merupakan anggota Ditsabhara lainnya, juga diperiksa dalam persidangan itu. Dari hasil pemeriksaan terhadap saksi-saksi, terungkap bahwa penganiayaan berawal dari kesalahpahaman yang dipicu kecemburuan pelaku (Zulfikar) terhadap salah satu anggota Ditsabara yang diduga pernah jalan dan makan bersama dengan istri Zulfikar (pelaku).
Hal itu kemudian diakui oleh isteri pelaku (Zulfikar). namun sang istri menampik adanya kedekatan khusus dengan rekan suaminya.
Fakta lainnya dalam sidang kode etik tersebut adalah pelaku mengakui telah melakukan pemukulan terhadap korban, almarhum Bripda Muhammad Faturrahman Ismail, yang mengakibatkan hilangnya kesadaran (pingsan) hingga dinyatakan meninggal dunia di RSUD Kota Kendari.
Penulis: Rara
Editor: Alifiandra
Discussion about this post