
Jakarta, Infosultra.id-Ketua Jejaring Pemerintah Daerah Maritim atau Maritim Local Government Network (LGN) 6 Negara CTI, Ir Hugua, mengimbau agar di masa depan, pemangku kepentingan di daerah harus memikirkan pembanguan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), yakni 17 tujuan dengan 169 capaian yang terukur dan tenggat yang telah ditentukan oleh PBB sebagai agenda pembangunan dunia untuk kemaslahatan manusia dan planet bumi. Selain berdampak positif bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD), pola pembangunan SDGs juga sangat mendorong gerakan aktif dalam pelestarian lingkungan.
“Tidak boleh egois dalam melangsungkan pembangunan, serta harus memikirkan daerah sekitar, iklim, lingkungan ataupun kawasan lokal dan global,” kata Hugua, saat menjadi pembicara di Regional Workshop on Building National and Local Capacity on Measuring SETI for SDGs in Asia and The Pacific Region, di salah satu Hotel di Jakarta, Senin (17/6/2019).
Saat ini, kata Hugua, banyak diantara para pemangku kepentingan jabatan penting seperti Bupati, Walikota, Gubernur, yang terlalu sibuk dengan urusan lokal.
“Sehingga karena status otonomi ini sendiri, banyak perencanaan pembangunan daerah yang hanya bergerak pada kepentingan lokal saja. Abai dengan apa yang terjadi di daerah sekitar, yang efeknya juga bisa dirasakan di kawasan global,” tuturnya.
Mantan bupati Wakatobi dua periode ini kembali mengingatkan tentang hubungan pembangunan antara kabupaten, provinsi, dan antar kawasan serta negara yang sejauh ini dinilai tak sejalan.
Kepala daerah dalam menyusun perencanaan dan anggaran pembangunan, menurutnya lebih banyak mementingkan urusan lokal saja. Terkadang, mereka bahkan menutup mata seolah segala perencanaan pembangunan akan terealisasi dengan solusi praktis yang justru berefek pada kerusakan yang masif, seperti izin tambang yang begitu mudahnya disetujui. Imbasnya, alam menjadi tak lestari lagi, tak ada pembenahan setelah eksplorasi besar-besaran.
Meski izin tersebut menguntungkan daerah dengan PADnya, namun mantan bupati Wakatobi dua periode ini tak sepakat jika kerusakan alam yang pada akhirnya menjadi garansi seumur hidup.
“Sehingga, tambang dengan mudahnya dikeluarkan izinnya, hutan dibabat habis, penangkapan ikan berlebihan karena mengejar PAD-nya sendiri tanpa melihat kepentingan dan hubungan dengan Kabupaten, Provinsi dan kawasan kiri kanannya. Pola pembangunan dan hubungan yang semacam ini harus diakhiri. Megingat, iklim secara global juga terus berubah ke arah yang lebih buruk,” urainya.
Demi meminimalisir dampaknya, maestro pariwisata ini menilai bahwa pemerintah daerah harus bisa menahan diri untuk tidak egois memikirkan kepentingan yang hanya menguntungkan segelintir oknum saja.
“Mencairnya es di kutub arktik menandakan terjadi perubahan iklim. Banjir di mana-mana. Bukan hanya di Sultra. Samarinda, juga di Eropa, Australia, dan Amerika. Belum lagi pemanasan hebat di India dan seterusnya. Ini terjadi salah satunya karena kepala daerah masih memikirkan dirinya sendiri,” sebut anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 dari dapil Sulawesi Tenggara (Sultra) ini.
Karena itu, agar kepentingan iklim dan lingkungan global dan lokal searah, maka harus ada pengelolaan yang baik. termasuk menghilangkan gap atau kesenjangan antara pencapaian tujuan SGDs dengan 17 sasaran didalamnya. Seperti yang diadopsi oleh PBB pada September 2015. Bahwa SGDs merupakan kelanjutan dari Millenium Development Goals (MDGs) yang berakhir pada 2015 lalu.
“Di level PBB masih seputar akademis dialog dan diplomasi. Di level nasional, juga masih diskusi. Kapan implementasinya? Jika kepentingan global, nasional dan lokal timbal balik. Jangan global dan nasional berdiskusi, tapi di lokal tidak paham,” imbuhnya.
Sejauh ini, menurutnya sudah ada sejumlah kepala daerah seperti Mamuju Utara, Wakatobi, dan daerah kecil lainnya di wilayah Indonesia Timur lainnya, yang aktif memikirkan pola pembangunan “sehat” Ini. Agar sukses, dibutuhkan gerakan nasional yang lebih massif.
Dikatakannya, untuk mewujudkan gerakan nasional ini, akan ada semacam standar, format isian seperti program selektif penangkapan ikan, pemeliharaan terumbu karang, pemberdayaan nelayan dan program sejenisnya.
Dalam program itu, seluruh pihak harus bisa menghubungkan perencanaan anggaran yang ada di daerah melalui kartu yang diisi organisasi pemerintah daerah, agar dapat diukur seberapa jauh kontribusi daerah tersebut pada pembanguan SDGs.
“Otonomi daerah harus menjadi berkah untuk bumi. Kami dengan Unesco sudah merintis dan memulai. Jadi Bupati, Walikota, Gubernur tidak hanya mengambil dan mengeksploitasi sumber daya alam, tetapi mendorong pembangunan berkelanjutan. Kepala daerah juga harus dapat melibatkan multi stakeholder. Kita tengah membangunkan tidur lama Bupati, Walikota dan Gubernur untuk sadar, mulai melihat diri kita dengan orang lain dan bumi kita,” paparnya.
Untum diketahui, melalui workshop kali ini, UNESCO, Kemenko Maritim dan LGN berpacu untuj mendorong negara-negara di wilayah Asia dan pasifik utnuk mengukur kontribusi kegiatan Scorecard untuk Sains, Teknik, Teknologi dan inovasi (SETI) untuk SDGs.
Workshop ini sendiri dihadiri oleh m Prf. Shahbaz Khan selaku Direktur Unesco Office Jakarta, Ir Andri Wahyono selaku Asisten Deputi Sumber Daya Hayati Kemenko Maritim, dan 50 peserta dari enam negara anggota yang berada di segitiga karang dunia atau Coral Triangle Initiative (CTI) yakni Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Timor Leste, Kepulauan Solomon dan Filipina.
Workshop regional ini bertujuan mendorong pencapaian target-target SDGs melalui pengingkatan kapasitas nasional dan lokal bagi negara di Asia Pacific terutama anggota CTI.
SETI untuk SDGs ini bertujuan memfasilitasi pemerintah, lembaga organisasi untuk menilai dan mengevaluasi kontribusi sasaran dan target serta indikator pembangunan berkelanjutan.
Asisten Deputi Sumber Daya Hayati Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Andri Wahyono mengatakan, pertemuan ini bertujuan untuk mendorong pencapaian target SDGs.
Menurut Andri, untuk mengukur kontribusi dalam SDGs, maka harus menggunakan metode kartu skor untuk Sains, Teknik, Teknologi, dan Inovasi (SETI) yang merupakan produk dari proyek Facilitate in Accelerating Science and Technology (AP-FAST),
“Ini bertujuan membantu memungkinkan pencapaian agenda global dan target terkait di tingkat regional dan nasional, meningkatkan koherensi antara rencana pembangunan nasional dan global,”katanya.
Penulis: Nilam
Discussion about this post