
Kendari, Infosultra.id–Aktivis Pena 98 dan Posko Perjuangan Rakyat Sultra, menyatakan sikap menolak kehadiran Calon Presiden yang memiliki riwayat pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Penolakan ini disampaikan oleh presidium Pena 98, Erwin Usman, di hadapan awak media, Jumat (15/3/2019).
“Pemimpin Indonesia harus bersih dari catatan kelam pelanggaran HAM dan dosa-dosa masa lalu. Karena keterkaitan bahkan keterlibatan Capres dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu akan menjadi contoh buruk bahkan ancaman bagi masa depan demokrasi, negara dan rakyat Indonesia,” ungkap Erwin, dalam pernyataan pers Pena 98 dan Pospera Sultra, Jumat (15/3/2019).
Menurut Erwin, bangsa Indonesia saat ini berhak untuk terbebas dari peristiwa-peristiwa berdarah, penculikan, intimidasi, teror dan penindasan, serta pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia lainnya yang terjadi di masa lalu.
“Kami tidak mau, masa depan bangsa ini harus diserahkan ke tangan orang yang berlumuran darah saudaranya sendiri, kami ingin anak-anak kami, generasi muda saat ini bisa mewarisi negeri yang mampu memberikan keadilan, menegakkan hak asasi manusia, serta terbebas dari mimpi buruk masa lalu,” urainya.
Erwin kemudian menyinggung soal Capres ‘tuan tanah’, yang tidak lain adalah Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto. Menurutnya, Indonesia saat ini tidak butuh pemimpin yang menguasai lahan untuk kepentingan pribadi, di tengah kesengsaraan jutaan rakyat Indonesia. Jika sang tuan tanah berkuasa, dipastikannya ketamakan dan keserakahannya akan semakin merajalela.
“Tuan-tuan tanah, yang mengkooptasi lahan negara dan menguasainya untuk kepentingan pribadi tidaklah layak menjadi capres di negeri ini,” ujarnya.
Selain dua poin penolakan itu, Erwin, dibawah bendera aktivis pena 98 dan Pospera, juga lantang menyuarakan penolakan terhadap kebangkitan keluarga cendana, yang dinilainya sarat dengan penguasaan yang intimidatif.
Kembalinya eksistensi keluarga cendana, menurut Erwin, patut diwaspadai. Praktisi hukum ini menelisik kembali bagaimana penguasaan orde baru selama 30 tahun oleh keturunan-keturunan mereka dan ditampilkan kembali dalam hajatan politik kali ini, dengan jargon-jargon orde baru.
“Jelas sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman saat ini. Masa kini adalah masanya millenial yang anti orde baru. Masa kini adalah masa dimana masyarakat harus paham bahwa Jokowi, tanpa track record kelam di masa lalunya, dengan kinerjanya membangun bangsa, layak dipilih kembali menduduki kursi RI 1,” pungkas politisi PDIP ini.
Penulis: Yaya
Editor: Ernilam
Discussion about this post